BELAJAR MENULIS GELOMBANG 16
Resume
Pelatihan 17
Pemateri : Jamila K. Baderan, M.Pd
Moderator :
Aam Nurhasanah
Inspirator :
Om Jay
Entah
mengapa menyambut pertemuan malam ini, grup terlihat lebih sepi dari malam-malam
sebelumnya. Apakah semua peserta di kelas ini memiliki kegiatan yang luar biasa
di hari ini secara serentak, sehingga tidak sempat untuk singgah di kelas ini?.
Ataukah kondisi Om Jay yang masih kurang sehat? Pertanyaan itu bermain di
pikiran saya. Jarum jam terus berjalan hingga mendekati waktu pertemuan, tidak
ada saya jumpai flyer pemateri. Sampai akhirnya pertemuan di mulai.
Seperti
biasanya moderator hebat kita Bu Aam Nurhasanah membuka pertemuan malam ini
dengan terlebih dahulu mengunci grup agar peserta fokus dalam menyimak materi
yang akan disajikan oleh narasumber. Selanjutnya Ibu moderator memperkenalkan
narasumber yang akan berbagi pengalaman dengan peserta, beliau adalah Ibu
Jamila K. Baderan, M.Pd.
Ibu
Jamila lahir di Sidodadi pada tanggal 14 Juni 1978 dan merupakan salah seorang
guru di SDN No. 30 Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo.. Ibu dari empat orang
anak ini sungguh luar biasa dalam menulis. Beliau telah memiliki dua buah buku
hasil karya tunggal dan satu buku karya bersama. Sebelum sesi materi dimulai,
kembali moderator mengajak peserta untuk kembali sejenak memanjatkan do’a untuk
kesembuhan Om Jay dengan membaca surah Alfatihah.
Di awal penyampaian materi, Ibu Jamila memulainya dengan pembahasan tentang ekspektasi. Menurut beliau setiap orang pasti memiliki ekspektasi terhadap suatu kegiatan yang sedang dilakukannya. Seperti kita para peserta kelas menulis ini, saat bergabung dalam kelas ini memiliki ekspektasi untuk menghasilkan sebuah karya berupa jejak literasi yang akan dikenal dan dikenang masyarakat ketika kita sudah tiada nantinya. Jejak litersi tersebut adalah berupa sebuah buku. Untuk itulah kita bergabung dalam kelas ini agar kita mampu melakukan pengembangan diri dan mengeksplor kompetensi diri kita dalam menulis. Namun sangat disayangkan, ekspektasi tidak selalu berbarengan dengan realita. Sehingga Bu Jamila mengatakan bahwa ekspektasi tak seindah kenyataan, yang dituangkannya dalam buku ke-2 beliau yang diterbitkan pada tahun 2019 lalu.
Berkaitan dengan ekspektansi di kelas ini yaitu tentang menulis, maka kita sebagai peserta memiliki harapan terbesar untuk mampu merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat, kalimat menjadi sebuah paragraf yang menarik. Rangkaian paragraph akan menjadi bab demi bab hingga akhirnya menjadi sebuah buku. Bu Jamilah mengungkapkan bahwa menulis adalah hal yang sangat mudah. Namun, ketika kemampuan menulis tersebut disandingkan dengan ekspektasi sebuah karya yang bernilai bagi orang lain munculah masalah besar. Diantaranya adalah: (1) bagaimana memulai sebuah tulisan?, (2) apa ide/topik yang harus kita tulis?, dan (3) apakah tulisan saya menarik?.
Menurut nasasumber hebat kita bahwa tantangan menulis terbesar sebenarnya ada pada diri kita sendiri. Tantangan itu adalah mood dan kemauan alias niat. Oleh karena itu untuk mengubah ekspektasi menjadi prestasi kita harus berubah, karena untuk mewujudkan ekspektasi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada dua hal penting yang harus kita ubah, yaitu mindset dan passion. Mindset adalah cara pikir tentang sesuatu yang dapat mempengaruhi sikap dan tindakan kita. Sementara passion adalah sesuatu yang membuat kita tidak pernah merasa bosan.
Saat
kita sudah memiliki keinginan untuk merubah ekspektasi menjadi kenyataan bahkan
menjadi sebuah prestasi, saat itu pula kita dituntut untuk memiliki kenekatan, niat,
tekad, serta konsistensi yang kuat. Ibu Jamila sudah membuktikan hal ini saat
beliau ditantang menulis oleh Prof. Eko dan akhirnya beliau membuktikan bahwa tulisannya
lolos tanpa revisi. Maka dari pengalaman ini Bu Jamila mengambil pelajaran
tentang beberapa hal yang harus dilakukan dalam menulis yaitu:
1. Tulislah
apa yang ingin kita tulis.
2. Menulislah
apa adanya, tanpa beban, dan tekanan.
3. Jadikan
menulis sebagai suatu kebutuhan.
4. Menulislah
hingga tuntas, jangan memikirkan editing.
5. Menulis
jangan terlalu lama.
6. Jangan memikirkan baik buruknya tulisan kita, karna yang akan menilai adalah pembaca.
Selanjutnya Ibu narasumber menyampaikan bahwa kendala yang biasa kita hadapi saat akan memulai menulis adalah kebingungan mencari ide. Nah, untuk mengatasi hal ini bisa dimulai dari menuliskan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita. Baik itu berupa perasaan, kejadian penting, hobby, dan pekerjaan. Tuliskan apa saja yang terlintas dalam pikiran, tidak perlu kita memikirkan tata bahasa, ejaan dan lain sebagainya. Setiap kalimat yang terlintas dalam pikiran kita segera di tulis. Menuliskannya boleh dimana saja karena hal ini kita lakukan hanyalah untuk menjaga agar ide yang sudah ada tidak hilang.
Memulai menulis itu sangat berat apalagi jika kita tidak memiliki hobi menulis, untuk itu sangat dibutuhkan tekad dan niat yang kuat. Walaupun kita tidak hobi menulis, dan kegitan menulis hanyalah kegiatan iseng belaka. Namun jika dilatih maka akan dapat menjadi suatu keterampilan yang baik, karena menulis itu butuh perjuangan untuk melawan semua tantangan yang menggoyahkan niat. Agar kita dapat menulis dengan baik maka yang kita lakukan adalah memperbanyak membaca buku sebagai sumber informasi. Menulis tanpa membaca akan sia-sia karena menulis dan membaca dapat diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang harus dimiliki oleh seorang penulis. Menulis tanpa pernah membaca akan pincang. Artinya tulisan kita kurang menarik.
Berbagi pengalaman diakhiri Ibu Jamila dengan memberikan kesimpulan materi pertemuan malam ini bahwa menulis merupakan
suatu tantangan antara harapan dan kenyataan. Ekspektasi dalam menulis harus
terus kita perjuangkan dengan niat, tekad, nekad dan konsisten. Realitas berupa
prestasi adalah buah dari perjuangan. Maka berjuanglah menuntaskan karyamu,
agar jejak yang ditinggal bermanfaat bagi generasi setelah kita
Salam
Literasi!
Semangat mengejar ya Bu? Mantaaap
BalasHapusBoleh sedikit masukan? Waktunya kan sudah lewat jd bukan malam ini barangkali..
menulis adalah cara kita mewujudkan mimpi menjadi nyata
BalasHapusIkut komen ya Bu.
BalasHapusYa, benar sesuai komentator pertama, perlu disebutkan hari dan tanggalnya. Pakai saja seperti di koran itu. Misalnya: Kamis (15/11). Artinya, Kamis 15 November.
Saran juga, paragraf terlalu padat. Mesti dipecah menjadi beberapa paragraf. Kalau satu paragraf pendek saja, terkesan enak dibaca.